Demikian kebanyakan masyarakat terpelajar menilai sosok tokoh yang diharapkan untuk menduduki jabatan
Bupati/walikota, Gubernur, Anggota Legeslatif atau pun Presiden. Di usia Indonesia yang mendekati 68 tahun ini dimana tingkat pendidikan masyarakat telah menunjukan peningkatan yang semakin tinggi (tingkat rata-rata pendidikan di Jawa Tengah sekarang ini baru SMA kelas I lebih tinggi dari rata-rata tingkat pendidikan Jawa Barat SMP KELAS III), masyarakat telah memiliki kesadaran penilaian terhadap sosok yang akan menjadi pilihan di pesta demokrasi apa saja. Penilaian mereka telah dicerna secara akademik oleh tiap individu masyarakat.
Mereka kini telah sadar betul ketika harus menentukan pilihannya terhadap para calon Legeslatif DPRD/DPR, Bupati/Walikota, Gubernur maupun presiden. Penilaian mereka selama ini dengan berkaca pada pengalaman yang sudah-sudah telah memberikan suara yang keliru terhadap publikasi yang banyak direkayasa.
Sebaliknya mereka juga sadar akan akibat dari penilaian yang keliru terhadap tokoh rekayasa publikasi tokoh yang datang ujug-ujug. Namun karena pengaruh dan publikasi yang kuat, menjadikan ia terpaksa memilih sosok tokoh tidak dari sudut pandang manfaat.
Pengalaman ini akan menjadikan masyarakat jenuh dengan penokohan rekayasa itu. Karenanya bukan tidak mungkin kelak tokoh daerah yang akan maju pileg, bupati/walikota dipilih dari kalangan yang biasa-biasa saja namun berbuat banyak terhadap daerahnya.
Bupati/walikota, Gubernur, Anggota Legeslatif atau pun Presiden. Di usia Indonesia yang mendekati 68 tahun ini dimana tingkat pendidikan masyarakat telah menunjukan peningkatan yang semakin tinggi (tingkat rata-rata pendidikan di Jawa Tengah sekarang ini baru SMA kelas I lebih tinggi dari rata-rata tingkat pendidikan Jawa Barat SMP KELAS III), masyarakat telah memiliki kesadaran penilaian terhadap sosok yang akan menjadi pilihan di pesta demokrasi apa saja. Penilaian mereka telah dicerna secara akademik oleh tiap individu masyarakat.
Mereka kini telah sadar betul ketika harus menentukan pilihannya terhadap para calon Legeslatif DPRD/DPR, Bupati/Walikota, Gubernur maupun presiden. Penilaian mereka selama ini dengan berkaca pada pengalaman yang sudah-sudah telah memberikan suara yang keliru terhadap publikasi yang banyak direkayasa.
Sebaliknya mereka juga sadar akan akibat dari penilaian yang keliru terhadap tokoh rekayasa publikasi tokoh yang datang ujug-ujug. Namun karena pengaruh dan publikasi yang kuat, menjadikan ia terpaksa memilih sosok tokoh tidak dari sudut pandang manfaat.
Pengalaman ini akan menjadikan masyarakat jenuh dengan penokohan rekayasa itu. Karenanya bukan tidak mungkin kelak tokoh daerah yang akan maju pileg, bupati/walikota dipilih dari kalangan yang biasa-biasa saja namun berbuat banyak terhadap daerahnya.