Salah satu makanan khas daerah menjadi kebanggaan warga daerah itu. Namun bukan tidak mungkin makanan serupa dibuat di daerah lain. Apalagi daerah lain itu merupakan kabupaten/kota tetangga. Inilah yang menjadi kontrofersi asal kuliner dari daerah mana. Salah satu makanan khas yang sering diperdebatkan adalah SEGA PONGGOL. Makanan ini diperdebatkan dari daerah mana berasal. Sebab sega ponggol ada di Brebes, Kota Tegal, dan Pemalang.
Makanan memang berasal menurut kekayaan daerah itu. Baik jenis rasa, rupa, kandungan materi makanan, sampai pembungkus makanan. Sega ponggol yang memiliki jenis makanan nasi (bisa untuk sarapan pagi, makan siang, sore atau malam) ini rupa dibungkus daun pisang dengan pincukan (lipatan daun) yang menggunakan biting (lidi) atau tanpa menggunakan lidi pengunci daun tapi dengan melipat daun itu ujung-ujungnbya setelah menutupi sega ponggol. Rasa aroma sega ponggol yakni sambelnya dan masakan tempe yang beraroma bawang.
Dari hal itu ternyata sega ponggol ada diantara daerah-daerah tersebut. Jika begitu maka sega ponggol milik ke empat daerah itu. Kuranglah bijak jika sega ponggol diklaim menjadi kuliner khas daerah tertentu.
Kita ambil contoh tempe di daerah Cilacap dan Banyumas di sana dulu orang membuat tempe menggunakan daun jati, sehingga memiliki rasa aroma yang khas, ini disebabkan karena di sana pada saat itu banyak daun jati. Orang yang akan membuat mendoan disana tinggal menggoreng tempe yang dibungkus daun jati tanpa memotongnya dan jadilah mendoan. Hal yang sama juga tempe tersebut diproduksi masyarakat kabupaten Tegal dan Brebes dimana di daerah itu terdapat daun jati yang mudah didapat.
Sega ponggol zaman dulu juga dibungkus daun jati. Karena daun jati itu lebar dan cukup selebar daun jati bisa menutupi sega ponggol itu, praktis dan tanpa dikunci biting (lidi) lagi. Makanan ini dulu sengaja dibuat untuk para pekerja perkebunan tebu yang kebetulan ada di Kabupaten Tegal dan Brebes. Mereka yang hendak berangkat ke kebun tebu baik masa tanam maupun panen biasa disediakan sega ponggol oleh majikannya atau mandornya.
Belakangan sega ponggol dibungkus daun pisang. Ini dikarenakan pohon jati sudah mulai jarang ditanam di pekarangan rakyat. Seperti di Kota Tegal dan Kab Pemalang serta Brebes dan Kab. Tegal sega ponggol dibungku daun pisang. Tapi di Kab. Tegal masih ada juga dijumpai sega ponggol dibungkus daun jati.
Sega ponggol juga telah lama populer di Brebes, dimana makanan ini menjadi tradisi petani bawang/ lombok (brambang) terutama untuk makan sarapan pagi petani yang mau ke kebun. Bahkan sega ponggol menjadi menu diantara rapat-rapat warga desa.
Menurut Mbah Soewarso Ronggo Kastuba (pensiunan matri polisi Brebes diawal kemerdekaan, ayah dari Bpk Untung Basuki exs Kepala Trantib Brebes 1980-an dan Bpk Untung Basuki ini adalah ayah dari Bpk Yuniar Syamsul Huda anggota DPRD Brebes-2011-2015) tahun 1979 menuturkan pada penulis bahwa sega ponggol diberikan untuk para pekerja perkebunan tebu zaman kolonial dulu itu dengan maksud supaya adil dan sega sewakul (bakul) itu cukup suntuk sekian pekerja sehingga dipincuk dan ditakar serta dibungkus dengan sama besarnya dan sama lawuh (teman nasi)-nya.
Jadi sego ponggol itu sampai sekarang tetap milik Brebes dan Tegal. Apabila ada yang mengklaim kuliner ini milik daerah tertentu monggo-monggo saja namun bila ditarik sudut kebutuhan pekerja perkebunan tebu (pabrik gula) (terdapat sejumlah pabrik gula di Pangkah (Tegal, Jatibarang, dan Tersana)dan historis maka sega ponggol milik Kabupaten Tegal dan Brebes) .
Penulis tidak bermaksud untuk membuat perdebatan namun jika ada yang dapat melengkapi monggo dilengkapi untuk perbendaharaan kita semua dengan tujuan persaudaraan.
(masagus, 23 Pebreuari 2013)
Makanan memang berasal menurut kekayaan daerah itu. Baik jenis rasa, rupa, kandungan materi makanan, sampai pembungkus makanan. Sega ponggol yang memiliki jenis makanan nasi (bisa untuk sarapan pagi, makan siang, sore atau malam) ini rupa dibungkus daun pisang dengan pincukan (lipatan daun) yang menggunakan biting (lidi) atau tanpa menggunakan lidi pengunci daun tapi dengan melipat daun itu ujung-ujungnbya setelah menutupi sega ponggol. Rasa aroma sega ponggol yakni sambelnya dan masakan tempe yang beraroma bawang.
Dari hal itu ternyata sega ponggol ada diantara daerah-daerah tersebut. Jika begitu maka sega ponggol milik ke empat daerah itu. Kuranglah bijak jika sega ponggol diklaim menjadi kuliner khas daerah tertentu.
Kita ambil contoh tempe di daerah Cilacap dan Banyumas di sana dulu orang membuat tempe menggunakan daun jati, sehingga memiliki rasa aroma yang khas, ini disebabkan karena di sana pada saat itu banyak daun jati. Orang yang akan membuat mendoan disana tinggal menggoreng tempe yang dibungkus daun jati tanpa memotongnya dan jadilah mendoan. Hal yang sama juga tempe tersebut diproduksi masyarakat kabupaten Tegal dan Brebes dimana di daerah itu terdapat daun jati yang mudah didapat.
Sega ponggol zaman dulu juga dibungkus daun jati. Karena daun jati itu lebar dan cukup selebar daun jati bisa menutupi sega ponggol itu, praktis dan tanpa dikunci biting (lidi) lagi. Makanan ini dulu sengaja dibuat untuk para pekerja perkebunan tebu yang kebetulan ada di Kabupaten Tegal dan Brebes. Mereka yang hendak berangkat ke kebun tebu baik masa tanam maupun panen biasa disediakan sega ponggol oleh majikannya atau mandornya.
Belakangan sega ponggol dibungkus daun pisang. Ini dikarenakan pohon jati sudah mulai jarang ditanam di pekarangan rakyat. Seperti di Kota Tegal dan Kab Pemalang serta Brebes dan Kab. Tegal sega ponggol dibungku daun pisang. Tapi di Kab. Tegal masih ada juga dijumpai sega ponggol dibungkus daun jati.
Sega ponggol juga telah lama populer di Brebes, dimana makanan ini menjadi tradisi petani bawang/ lombok (brambang) terutama untuk makan sarapan pagi petani yang mau ke kebun. Bahkan sega ponggol menjadi menu diantara rapat-rapat warga desa.
Menurut Mbah Soewarso Ronggo Kastuba (pensiunan matri polisi Brebes diawal kemerdekaan, ayah dari Bpk Untung Basuki exs Kepala Trantib Brebes 1980-an dan Bpk Untung Basuki ini adalah ayah dari Bpk Yuniar Syamsul Huda anggota DPRD Brebes-2011-2015) tahun 1979 menuturkan pada penulis bahwa sega ponggol diberikan untuk para pekerja perkebunan tebu zaman kolonial dulu itu dengan maksud supaya adil dan sega sewakul (bakul) itu cukup suntuk sekian pekerja sehingga dipincuk dan ditakar serta dibungkus dengan sama besarnya dan sama lawuh (teman nasi)-nya.
Jadi sego ponggol itu sampai sekarang tetap milik Brebes dan Tegal. Apabila ada yang mengklaim kuliner ini milik daerah tertentu monggo-monggo saja namun bila ditarik sudut kebutuhan pekerja perkebunan tebu (pabrik gula) (terdapat sejumlah pabrik gula di Pangkah (Tegal, Jatibarang, dan Tersana)dan historis maka sega ponggol milik Kabupaten Tegal dan Brebes) .
Penulis tidak bermaksud untuk membuat perdebatan namun jika ada yang dapat melengkapi monggo dilengkapi untuk perbendaharaan kita semua dengan tujuan persaudaraan.
(masagus, 23 Pebreuari 2013)